
“Sehari kadang hanya laku 2, kalau sepi ya tidak ada yang beli sama sekali…” begitu ungkapan sedih Mbah Semi, seorang nenek berusia 75 tahun yang masih berkeliling menjajakan sapu lidi demi sesuap nasi.
Dengan tubuh renta, punggung yang semakin membungkuk, kaki yang bengkak, dan mata yang mulai rabun. Mbah Semi tetap berjalan dari pagi hingga malam. Jarak yang ia tempuh bisa mencapai 5 km, bahkan pernah hingga 15 km karena dagangannya tidak juga laku.

“Jualannya jalan kaki 5km, pernah juga sampai 15km karena sapunya nggak laku-laku. Sudah coba tukar sapu di warung dengan beras biasanya ditolak, pernah juga dianggap bercanda. Padahal saya sudah letih dan lapar…” tutur Mbah Semi dengan suara lirih.
Sapu lidi yang ia jual seharga Rp5.000 adalah satu-satunya harapan untuk bertahan hidup. Namun sering kali, tak ada satu pun yang membeli. Kalau pun ada, hasilnya hanya cukup membeli sebungkus nasi kecil, yang harus ia bagi untuk dimakan dua kali meski sudah basi.

Sejak ditinggal suaminya 20 tahun lalu, Mbah Semi hidup sebatang kara. Ia tak punya anak atau keluarga yang bisa mendampingi. Di tengah kesendiriannya, ia masih harus menahan sesak napas yang kerap datang tiba-tiba, membuat tubuhnya lemas di jalan. Berobat tak pernah bisa ia lakukan. Uang untuk makan saja begitu sulit, apalagi untuk biaya pengobatan.
Di usia senjanya yang seharusnya bisa beristirahat dengan tenang, Mbah Semi justru masih harus menahan lapar, berjalan belasan kilometer, dan berjuang sendirian demi bertahan hidup.

Sahabat, jangan biarkan Mbah Semi terus berjalan dalam letih dan kesepian. Mari hadir untuknya, beri ia kesempatan merasakan hari tua yang layak, tanpa harus lagi kelaparan dan menahan sakit seorang diri. Bantu dengan cara berdonasi melalui link : sahabatdhuafa.com/campaign/mbahsemi
![]()
Belum ada Fundraiser
![]()
Menanti doa-doa orang baik